Laman

Kamis, 12 September 2019

Seleksi Nasional YAYLF 2019 Gerakan Mari Berbagi

Baru sempat menulis lagi setelah sekian lama. Sorry for the late update but yes, I'm going to tell you about this life-changing experience I've gotten this year. I'm officially a GMBer! 

Gerakan Mari Berbagi atau GMB itu sebuah gerakan kepemudaan yang fokus pada sharing in diversity dan pentingnya value of giving back. Selain itu, GMB juga fokus pada pentingnya rasa toleransi dan pentingnya menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar. GMB sendiri pertama kali dibentuk pada tahun 2012 di Aceh, dan sampai sekarang telah memiliki lebih dari 200 alumni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. 

Pertama kali tau GMB dari Mba Jen, salah satu teman KKN di Temanggung tahun 2017 silam. Ingat sekali bagaimana Mba Jen dengan menggebu-gebu bercerita tentang pengalamannya ikut GMB, bagaimana dia menumpang truk ke Jakarta, dan bagaimana GMB telah banyak mengubah pandangan orang-orang terhadap suatu isu tertentu. Siang itu, saya bertekad untuk mengikuti kegiatan GMB jika ada kesempatan di masa yang akan datang.

Setelah menunggu lama, akhirnya GMB membuka kembali kegiatan Youth Adventure and Youth Leadership Forum di tahun 2019. Mba Jen juga menganjurkan saya untuk mendaftar, dan memberikan dorongan untuk tetap percaya diri karena jujur dari awal saya sempat ragu untuk mendaftar. Saya merasa saya tidak mempunyai cukup keahlian, I feel like I'm not qualified enough to apply. But I need this for sure, one way or another. Mendaftar lah saya sekitar bulan Juli 2019.

Tahap pertama, saya harus mengisi formulir pendaftaran yang di dalamnya terdapat empat soal esai yang harus dijawab, berkutat tentang toleransi, perubahan yang telah dilakukan dalam organisasi, dan keterbatasan yang pernah dialami dalam hidup. Alhamdulillah saya lolos tahap awal dan lanjut ke Seleksi Nasional di Jakarta tanggal 31 Agustus 2019. Kaget, karena dari 400 lebih yang mendaftar, hanya 38 orang yang lolos ke Seleknas. Karena saya domisili Jawa Tengah, saya dianjurkan untuk datang langsung ke Jakarta.

Sampai di Wisma Kemenpora jam 6 pagi, belum ada siapa-siapa disitu. Seleknas dijadwalkan mulai jam 8 dengan pembukaan pendaftaran jam 7. Sebenarnya ada 15 peserta yang sudah konfirmasi hadir ke Seleknas, tapi 6 diantaranya berhalangan hadir saat hari-H. Jadi total peserta Seleknas yang hadir ada 9; saya, Salsa, Salma, Mawaddah, Kak Bahri, Vindi, Kak Ipul, Kak Rama, dan Akbar. Kebanyakan dari mereka tinggal di wilayah Jabodetabek, cuma saya seorang yang dari Jawa Tengah.

Peserta, alumni GMB, dan semua panitia Seleknas masuk ke aula Wisma Kemenpora untuk pembukaan acara Seleknas. Baru pertama kali saya datang ke acara dimana pembacaan do'a bukan sekadar agama Islam saja yang dibacakan. Saat itu, teman saya Mawaddah mewakili agama Islam, kak Ivan mewakili agama Buddha, dan kak Haga mewakili agama Kristen. Merinding? Iya. Takjub? Pastinya.



Dari 9 peserta yang hadir, kami dibagi menjadi dua kelompok. Saya sendiri satu tim dengan Kak Bahri, Kak Ipul, Akbar, dan Salsa.  Tahap pertama adalah sesi debat. Kami digiring masuk ke suatu ruangan dengan meja bundar lonjong di tengah. Dari 5 orang, terbagi menjadi dua kelompok Pro dan Kontra. Saya satu tim dengan Kak Bahri dalam sesi debat ini. Sebagai tim Kontra, kami harus meyakinkan moderator bahwa kelompok LGBT berhak mendapatkan hak mereka dan tidak boleh dikucilkan. 

Sesi debat berlangsung lancar, tidak ada menang kalah dalam tahap ini. I'm not that confident standing up in front of people like that. Saya merasa saya kurang maksimal dalam menyampaikan argumen saya karena pikiran saya blank disitu, kata-kata tidak dirangkai dengan baik. Saya sangat berterima kasih pada Kak Bahri dengan argumen-argumen pasal yang diberikan mengingat Kak Bahri adalah lulusan Hukum.



Tahap berikutnya adalah Ruang Seni. Dari awal saya pikir saya harus menunjukkan keahlian saya dalam hal seni, mau itu menari, menyanyi, dan sebagainya. Ketika kami masuk kedalam ruangan, alumni GMB meminta kelompok kami untuk menampilkan suatu performance apa saja dalam waktu 20 menit. Hal yang muncul dalam pikiran saya jelas musikalisasi puisi karena Salsa bisa memainkan gitar, dan Akbar merupakan anggota paduan suara di jurusan, saya pikir okelah bisa dicoba. Tim kami sepakat untuk menampilkan musikalisasi puisi dengan Salsa di bagian instrumen, Kak Ipul membacakan puisi, sedangkan saya, Kak Bahri, dan Akbar bertugas menyanyi lagu Tanah Air. 

Setelah itu, kami menunggu giliran untuk sesi wawancara, yang saya sendiri tidak tahu siapa yang akan mewawancarai saya. Ada dua tim wawancara dari pihak GMB, yang satu berada di ruang debat, dan yang satunya lagi berada di dekat pintu masuk Wisma Kemenpora. 

Saya menjadi peserta paling akhir yang mendapat giliran wawancara. Deg-degan luar biasa, pasti. Saya digiring kak Maizal ke tim wawancara yang berada di dekat pintu masuk. Kaget, karena inisiator GMB menjadi salah satu orang yang mewawancarai saya. Setidaknya ada lebih dari lima orang disitu, tapi yang aktif bertanya yaitu Bang Az, Kak Anna, Kak Pida, Kak Nuzul, dan saya lupa yang lainnya. Banyak yang mereka tanyakan, hal-hal seputar identitas diri, toleransi, dan sebagainya. Ada pertanyaan seperti, "Bagaimana jika tokoh idola kamu ternyata LGBT?" atau "Apakah kamu punya concern tertentu terhadap suatu isu di masyarakat?" Sesi ini berlangsung sekitar 40 menit. Saya hanya bisa tertawa setelah melakukan wawancara, karena sesi ini asyik, walaupun cukup memicu adrenalin, tapi seolah-olah saya melakukan diskusi dan ngobrol biasa.

Tahap akhir adalah lari 18 keliling lapangan di tengah-tengah terik matahari. Saya harus memutari lapangan Kemenpora pada pukul 13:00 WIB. Saya selesai paling akhir dan banyak jalannya ketimbang larinya. Saya harus segera ke bandara untuk pergi ke Jogja karena ada acara di malam hari. Jadi, saya melakukan tes lari secara santai, yang penting selesai dan tidak pingsan. Kapan lagi lari-lari di Kemenpora jam 1 siang. 

Waktu Seleknas, saya tidak begitu mengenal orang-orang yang hadir disana. Jumlah alumni bahkan jauh lebih banyak daripada jumlah peserta yang hanya 9 orang. Tapi mereka sangat sangat sangat baik, dan sungguh merangkul. I can't thank them enough for being extra kind to all of us. Saya juga baru bertemu dengan ke-8 orang peserta lainnya, tapi sudah seperti teman 10 tahun. See you when I see you!  

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...